Lembaga Keuangan dalam Al- Qur'an
A.
KONSEP LEMBAGA KEUANGAN DALAM AL-QUR’AN (ISLAM)
Konsep lembaga tidak disebut
secara eksplisit dalam Al-Qur’an. Namun jika yang dimaksud lembaga itu sesuatu
yang memiliki unsur-unsur seperti struktur, manajemen, fungsi serta hak kewajiban,
maka semua lembaga itu disebut secara jelas. Kata-kata seperti kaum, ummat
(kelompok masyarakat), muluk (pemerintah), balad (negeri), suq (pasar) dan
sebagainya mengidentfiikasikan bahwa Al-Qur’an mengisyaratkan nama-nama itu
memiliki fungsi dan peran tertentu dalam perkembangan masyarakat. Demikian juga
konsep-konsep yang merujuk kepada ekonomi, seperti zakat, shadaqoh, fai,
ghanimah, bai, dain, mall dan sebagainiya memiliki konotasi fungsi yang dilaksanakan
oleh peran tertentu.
Sebagaimana halnya lembaga
politik yang tidak pernah disebut bentuknya apakah itu kerajaan, republik,
federal dan sebagainya, tampaknya Al-Qur’an membebaskan kaum Muslimin untuk
memberi bentuk-bentuk kepada prinsip-prinsip ekonomi yang diangkat darinya,
apakah itu perusahaan, bank, asuransi, dan sebagainya. Pada akhirnya
lembaga-lembaga keuangan tersebut bertindak seperti individu yang bisa
melakukan transaksi ekonomi antara satu dengan yang lainnya. Dalam fikih,
lembaga ini disebut dengan istilah syakhsyiyah
I’tibariyyah atau syakhsyiyah
ma’nawiyyah. Dengan demikian, lembaga yang bertindak seperti individu ini
memiliki kewajiban yang sama seperti layaknya sebuah individu, seperti membayar
zakat dari keuntungan yang diperoleh dari usahanya.
Di sisi lain, dalam hal
akhlak, Al-Qur’an menyebutkan secara eksplisit, baik berupa kisah maupun
perintah. Konsep accountability,
misalnya terletak pada ayat.
Demikian pula konsep trust
dengan konsep tindakan tegas (amar ma’ruf
nahi munkar) dan teguran (tawsiah
sabar dan kebenaran).
Al-Qur’an bahkan menjelaskan
perlunya hirarki manajemen sebagai satu struktur yang rapi untuk melakukan
perjuangan mencapai tujuan lembaga sebagai manifestasi kecintaan Tuhan. Ini
menunjukan bahwa fungsi sebuah lembaga tidak akan berjalan jika akhlak dalam
melaksanakan fungsi itu tidak sebagaimana mestinya. Oleh karena itu, dapat
disimpulkan bahwa penekanan Al-Qur’an terletak bukan pada bentuk lembaga yang
merupakan bangunan dari sebuah fungsi, tetapi pada akhlak atau etika lembaga
tersebut. Namun, kedua lembaga ini kita pakai dalam melihat pembentukan dan
perkembangan yang terjadi pada lembaga-lembaga, terutama keuangan, dalam
sejarah Islam.
B.
LEMBAGA KEUANGAN DI ZAMAN RASULULLAH
Sebelum Muhammad diangkat
sebagai Rasul, dalam masyarakat Jahiliyyah sudah terdapat sebuah lembaga
politik semacam dewan perwakilan rakyat untuk ukuran masa itu disebut Darun Nadwah. Didalamnya para tokoh Makkah
berkumpul dan bermusyawarah untuk menentukan suatu keputusan. Ketika dilantik
sebagai Rasul, mereka mengadakan semacam lembaga tandingan untuk itu, yaitu Darul Arqam. Perkembangan lembaga ini
terkendala karena banyaknya tantangan dan rintangan, sampai akhirnya Rasulullah
memutuskan untuk hijrah ke Madinah.
Ketika beliau hijrah ke
Madinah, maka yang pertama kali didirikan Rasulullah adalah masjid (Quba), yang
bukan saja merupakan tempat beribadah, tetapi juga sentral kegiatan kaum
Muslimin. Kemudian beliau masuk ke Madinah dan membentuk lembaga persatuan
diantara para sahabatnya, yaitu persaudaraan antara para Muhajirin (Masjid
Nabawi), yagn kemudian menjadi sentral pemerintah untuk selanjutnya. Pendirian
lembaga dilanjutkan dengan penertiban pasar. Rasulullah diriwayatkan menolak
membentuk pasar yang baru yang khusus untuk kaum muslimin, karena pasar
merupakan sesuatu yang alamiah dan harus berjalan dengan sunnatullah. Demikian
halnya dalam penentuan harga. Akan halnya mata uang tidak ada satupun bukti
sejarah yang menunjukan bahwa Nabi menciptakan mata uang sendiri.
1.
Pendirian Baitul Mal
Sesuatu yang revolusioner
yang dilakukan oleh Rasulullah SAW adalah pembentukan lembaga penyimpanan yang
disebut Baitul Mal. Para penulis Muslim sendiri berbeda pendapat dalam hal
fungsi Baitul Mal ini. Sebagian berpendapat bahwa Baitul Mal serupa dengan bank
sentral seperti yang ada sekarang walaupun tentunya lebih sederhana karena
berbagai keterbatasan pada waktu itu. Untuk sebagian yang lain , Baitul Mal
berfungsi seperti Menteri Keuangan atau Bendahara Negara masa kini, karena
fungsinya yang aktif dalam menyeimbangkan antara pendapatan dan belanja Negara,
bukan hanya sekedar berfokus kepada pengaturan suplai dan moneter. Tetapi
seiring dengan keperluan zaman kedua fungsi ini kemudian dilaksanakan.
2.
Wilayatul Hisbah
Konsep yang sama sekali baru
adalah system pengawasan atau kontrol oleh Negara yang pada zaman Rasulullah
dipegang sendiri oleh beliau. Ini sejalan dengan apa yang ada pada zaman modern
disebut enforcement agency. Beberapa waktu kemudian konsep pengawasan ini
terkenal dengan sebutan Wilayatul Hisbah. Konsep ini merupakan preseden baru,
mengingat pada zaman itu dimensi pengontrolan di kerajaan-kerajaan sekitar Laut
Tengah tidak ada sama sekali. Diriwayatkan bahwa Rasulullah pernah menegur
seseorang yang menjual kurmanya dengan harga yang berbeda di pasar. Juga
diriwayatkan bahwa Rasulullah menolak permintaan para sahabatnya agar
menentukan harga yang layak bagi kaum muslimin karena harga-harga yang ada
dipasar terlalu tinggi.
Pilar infrastruktur yang
satu ini barangkali yang terpenting menurut perspektif ekonomi dari sekian
pilar yang ada, karena ini merupakan bingkai bagi aktivitas-aktivitas ekonomi
dan muamalat. Dengan kata lain, aktivitas muamalat pada zaman itu tidak akan
berhasil tanpa pemeliharaan law and order.
3.
Pembangunan Etika Bisnis
Penting untuk disebut disini
bahwa Rasulullah tidak saja meletakan dasar tradisi penciptaan suatu lembaga,
tetapi juga membangun sumber daya manusia dan akhlak (etika) lembaga sebagai
pendukung dan prasyarat dari lembaga itu sendiri. Kelembagaan pasar misalnya,
tidak akan berjalan dengan baik tanpa akhlak dan etika yang diterapkan.
a.
Penghapusan riba
Walaupun basic infrastructure telah berhasil
dibangun, namun kondisi Madinah masih belum lagi kondusif untuk pembangunan
sector ekonomi terutama public economics.
Keberadaan para Yahudi dengan praktik ribanya membuat penduduk Madinah resah,
karena sering kali perbuatan mereka itu mencekik leher. Untuk Nabi sendiri
praktik ini seudah beliau ketahui sejak masih berada di Makkah, karena
ayat-ayat yang turun di Makkah ada yang menceritakan praktik kotor orang Yahudi
tersebut. Penghapusan riba ini terbukti berhasil menciptakan kondisi yang
memungkinkan untuk tumbuhnya ekonomi secara cepat. Jika pada masa hijrah,
Madinah merupakan kota yang miskin, tetapi ketika Nabi Muhammad meninggal,
Madinah merupakan kota baru yang tumbuh dan berkembang menghidupi daerah-daerah
sekitarnya.
b.
Keadilan
Dalam setiap kebijakan
ekonomi Nabi mementingkan keadilan yang bukan saja berlaku untuk kaum Muslimin,
tetapi juga berlaku untuk kaum lainnya sekitar Madinah. Terbukti ketika diminta
untuk menetapkan harga, Rasulullah marah dan menolaknya. Ini membuktikan bahwa
Nabi Muhammad SAW menyerahkan penetapan harga itu pada kekuatan pasar yang
alami (bukan karena monopoli atau proteksi).
c.
Monopoli
Monopoli merupakan kejahatan
pasar yang tidak pernah dimaafkan oleh siapapun. Ini sudah dilarang oleh Nabi
Muhammad saw sejak abad ke 14 yang lalu. Demikian pula sebaliknya, yang
monopsoni. Kedua hal ini bertentangan dengan kebijakan ekonomi muamalah gaya
Rasulullah yang mementingkan keadilan.
d.
Prinsip dan Etika Bisnis
Lainya
Selain hal diatas,
Rasulullah juga menganjurkan agar setiap perdagangan senantiasa berpegang
kepada sifat-sifat yang terpuji. Hal ini bukan saja akan menguntungkan
perdagangannya sendiri, tidak punya konsekuensi religious. Beliau berkata:
“Pedagang yang jujur dan amanah akan berada di syurga bersama para nabi,
syuhada dan orang-orang saleh.”
C.
LEMBAGA KEUANGAN ZAMAN KHULAFA RASYIDIN
Baitul Mal semakin mapan
bentuknya pada zaman khalifah Umar bin Khattab. Pada masanya system
administrasi dan pembentukan dewan-dewan dilakukan untuk ketertiban
administrasi. Umar juga meluaskan basis zakat dan sumber pendapatan lainnya.
Dilain pihak, ia juga snagat memperhatikan kesejahteraan kaum muslimin sehingga
terlahir ucapannya yang terkenal, bahwa jika ada keledai yang terperosok di
Iraq ia akan ditanya oleh Tuhan mengapa ia tidak meratakan jalan tersebut.
Umar juga terkenal dengan
keadilan dan ketelitiannya sehingga pengawasan menjadi lembaga berwibawa di
bawah pemerintahannya. Ia turun sendiri apakah mekanisme pasar berjalan dengan
semestinya, menegur orang yang berusaha mencari keuntungan dengan cara yang
tidak benar dan memberi selamat kepada para pedagan yang jujur. Umar
memberlakukan apa yang disebut dalam dunia perdagangan internasional jaman ini
sebagai principle of reciprocity, dengan memberlakukan kuota kepada para
pedagang yang datang dari Persia dan Romawi, karena kedua Negara itu
memberlakukan hal yang sama kepada para pedagang di Madinah.
Namun kebijakan fiscal Umar
yang paling popular dan mendapat kritikan pedas dari para sahabat adalah bahwa
ketika Iraq ditaklukan tentara muslimin, ia tidak membagikan tanah rampasanya
itu kepada tentara muslimin sebagaimana biasanya, melainkan membiarkan di
tangan penduduk setempat dan memungut kharaj dari para penduduk itu. Kebijakan
Umar tersebut diteruskan oleh Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib,
khalifah-khalifah berikutnya. Yang patut dicatat dalam periode ini adalah bahwa
para khlifah rasyidin itu amat serius dalam memikirkan kesejahteraan rakyat
dengan memfungsikan secara maksimal pendapatan dan penerimaan dalam Baitul Mal.
Fungsi Baitul Mal sebagai instrument dalam kebijakan fiscal ini tentu hanya
dapat terlaksana dengan pribadi-pribadi yang jujur dan amanah tersebut.
D.
LEMBAGA KEUANGAN DI ZAMAN DINASTI-DINASTI
Dinasti Umawiyah di Damaskus
berakhir dengan naiknya dinasti Abassiyah. Sepanjang dinasti ini terjadi
perubahan pola-pola ekonomi yang menyebabkan karena adanya kebijakan dari salah
satu khalifahnya untuk menciptakan standar uang bagi uang emas dan perak, serta
mencampurkannya dengan logam yang lebih rendah. Dengan demikian, sebenarnya
sejak saat itu fungsi Baitul Mal telah bertambah, yang tadinya hanya
mengeluarkan kebijakan fiscal, kini juga mengatur kebijakan moneter. Sedangkan
kebijakan fiscal telah dikembangkan bahkan secara ilmiah dengna munculnya
kitab-kitab seperti Khitabul Kharaj-nya Abu Yusuf dank ITABUL Amwal-nya Qadamah
bin Ja’far.
Pada jaman keemasan dinasti
ini, fungsi Baitul Mal telah merambah kepada pengeluaran untuk riset ilmiah dan
penerjemahan buku-buku Yunani, selain untuk biaya pertahanan dan anggaran rutin
pegawai. Pada masa pemerintahan Abasiyah mulai ada orang yang mimiliki keahlian
di bidang keuangan, yang disebut dengan jihbiz. Ada perbedaan dan persamaan
antara jihbiz dengan perbankan, yaitu:
Persamaanya, jihbiz dan bank
sama-sama melakukan fungsi berikut:
1.
Menerima simpanan dana
masyarakat.
2.
Memberikan pembiayaan kepada
masyarakat.
3.
Melakukan transfer uang.
Sementara perbedaanya adalah sebagai berikut:
1.
Jihbiz dikelola oleh
individu.
2.
Bank dikelola oleh
institusi.
Runtuhnya Dinasti Usmaniyah
di Turki menandakan menangnya kolonialisme di negeri-negeri Islam, baik secara
fisik maupun pikiran. Karena itu, meskipun kemudian negeri-negeri Islam merdeka
dari penjajah, nama Baitul Mal tidak pernah muncul lagi, padahal fungsinya dalam
Negara tetap dilaksanakan
E.
LEMBAGA KEUANGAN SYARI’AH MODERN
Hal penting yang perlu
dicermati dalam sepanjang sejarah Islam, sejak zaman Rasulullah sampai Turki
Usmani, adalah lembaga keuangan yang pernah ada yang ada pada zaman itu
hanyalah dimiliki pemerintah. Sementara kegiatan bisnis dilakukan secara
perorangan. Lembaga bisnis dengan struktur organisasi yang dikenal seperti
jaman sekarang ini belum dikembangkan. Karena itu, kita dapati semua transaksi
yang dijelaskan dalam fikih klasik menjelaskan hubungan kontrak bisnis antar
individu.
Meskipun sejak tahun 1940-an
satu per satu negeri Muslim mulai merdeka dari jaman penjajahan, namun arahnya
pembentukan sebuah Negara Islam dengan pelaksanaan syariat Islam mengalami
banyak kendala. Diantaranya karena paham nasionalisme sekuler yang ditanamkan
oleh para penjajah dan dijadikan alat perjuangan oleh penduduk negeri-negeri
muslim itu kini menjadi boomerang. Umumnya para pemimpin yang muncul pasca
penjajahan adalah pemimpin yang sebelumnya dididik dengan pemahaman sekuler,
sehingga tidak melihat kaitan agama dengan Negara dalam membina masyarakat.
Agama dipahami sebagai urusan individu, sedangkan yang berusaha dengan social
politik agama tidak boleh ikut campur.
Hal ini dipahami karena
pemahaman agama dalam dunia barat tempat mereka belajar adalah tradisi
Judeo-Kristian yang telah terkalahkan oleh pemikiran sekuler. Para pemimpin
pasca penjajahan inilah yang kemudian menjadi penghalang bagi bangkitnya
kembali politik Islam.
Gerakan lembaga keuangan
Islam modern dimulai dengan didirikannya sebuah bank dengan simpanan local
(local saving bank) yang beroperasi tanpa bunga di desa Mit Ghamir, ditepi
Sungai Nil, Mesir pada tahun 1969 oleh Dr. Abdul Hamid An-Nagar. Walaupun
beberapa tahun kemudian tutup karena masalah manajemen, bank local ini mencatat
sejarah yang amat berarti, karena mengilhami konferensi ekonomi Islam pertama
di Mekkah pada tahun 1975. Dan dua tahun kemudian lahir Bank Pembangunan Islam
(IDB) yang merupakan tindak lanjut dari rekomendasi yang lahir dari konferensi
tersebut. Setelah itu muncul bank-bank komersial yang trnasaksi-transaksinya
didasarkan pada ajaran Islam.
Bila diperhatikan, bank-bank
komersial didirikan dengan berbagai latar belakang, diantaranya isu tentang
bunga, yang tidak pernah dikenal dalam sejarah Islam. Sebagian ada yang karena
factor politik dan sebagian lagi disebabkan keperluan akan pembangunan
masyarakat muslim vis a vis masyarakat maju. Tetapi semua merupakan inovasi
dari yang lazim berlaku dalam sejarah Islam klasik, yaitu bahwa kegiatan bisnis
dilakukan oleh individu sedangkan keuangan (Baitul Mal) ditangani oleh Negara.
Munculnya bank-bank swasta
Islam baik tingkat desa maupun internasional, diiringi dengan keperluan akan
lembaga-lembaga pendukungnya seperti asuransi. Karena itu biasanya jika ada ban
Islam disuatu Negara, maka muncul pula asuransi Islam (takaful). Tetapi tidak
sampai disitu saja. Karena pada saat bersamaan pula muncul keperluan akan
adanya pasar modal yang islami. Oleh karena itu, fund manager-fund manager
Islam dengan criteria investasi yang sesuai dengan syari’at Islam.
Langkah ini ternyata bukan
hanya dilakukan oleh kaum muslimin saja, tetapi juga oleh orang lain. Baru-baru
ini Dow Jones misalnya mengeluarkan apa yang disebut dengan Islamic Index yang
memuat indeks saham yang diperdagangkan secara Islam.
0 komentar: